“Temui aku besok di tempat yang sudah aku tentukan.”
Selintas pembicaraan Louis padanya kemarin malam. Pemuda itu
mengirimkan sebuah benda yang bisa merekam suaranya dan dikirim melalui burung
hantu berwarna kecokelatan dan bercorak aneh. Tidak pernah dia lihat
sebelumnya. Odessa menghembuskan nafas, berat. Sejak kepindahannya Nyx tak
banyak bicara, memang aslinya ia irit sekali dalam berkata. Louis sepertinya
tahu kalau sepupunya tengah mengalami depresi seberat dosa ayahnya saat ini.
Diasingkan di Negeri orang, tanpa seorang pun yang menemani, apalagi namanya
kalau bukan bencana? Bersyukurlah akses keluar tidak ditutup oleh Pak Tua Napoleon.
Ia membenci ayahnya, demi apapun. Mati saja dia sekarang pun Nyx tak akan
menyesal. Orangtua kikir, otak sudah karatan saja masih mau hidup! Terkutuklah!
Musim panas di Calix Lumina rupanya tidak terlalu buruk.
Sebenarnya ia suka dengan suasana di desa ini, walaupun
merasa asing. Walaupun ia harus sendirian, tapi toh Louis mau meluangkan
waktunya untuk Odessa seorang. Memang Louis lah yang akan menjaganya selama
Odessa kecil berada di Amerika, karena katanya ia akan berangkat ke Amerika dan
mengunjungi sekolah Odessa selama beberapa term. Lantas ide menariknya, kenapa
Louis tidak pindah saja ke sekolah Odessa? Kalau ada pemuda bersurai pekat dan
bermata biru itu didekatnya, bukankah semua akan terlihat sempurna? Perempuan
bersurai merah menyala ini tidak perlu panik dengan hal sepele seperti
adaptasi, misalnya.
Memasuki lingkungan baru memang tidak pernah mudah baginya,
apalagi harus bercampur dengan orang-orang serba ada di tempat yang bahkan ia
tidak mengenalnya sama sekali. Hmm, Louis lama sekali omong-omong. Pemuda itu
harusnya sudah datang, ia bahkan sudah berjanji untuk bermalam di Calix Lumina malam
ini.
Menggulung kemeja biru lautnya sampai siku, Amano bergegas
memakai portkey untuk sampai ke tempat tujuan. Masa bodoh kalau sampai sana ia
bernampilan lusuh. Sepupunya tidak akan mau menunggu lama-lama kedatangan Louis
disana. Pemuda keturunan Napoleon menyambar portkey miliknya hingga ia sampai
di sebuah tempat, Calix Lumina. Tepatnya di Menara Jam. Tempat dimana ia
berjanji temu dengan sepupu dekatnya. Odessa malang, gadis itu harus mengalami
nasib yang tidak menyenangkan. Sampai saat ini ia masih tidak bisa berpikir
kalau ternyata sikap otoriter masih saja dipegang tegus keluarganya.
Louis tergugu di tempatnya sejenak begitu tiba sehabis
memakai portkey, rasanya seperti diputar-putar selama 3 jam—pusing. Memegang keningnya
sejenak, ia sempat terhuyung sebentar.
Pekat kembarnya mengarah pada bangku-bangku di sekitar
menara jam. Siapa tahu Odessa terlalu lama menunggu dan ia memilih duduk di
salah satu bangku yang ada. Calix Lumina, musim panas tidak terlalu asing
disini. Maaf saja kalau Amano lebih memilih mangkir dari sekolahnya dan memilih
untuk berada di Calix Lumina ketimbang di benua Selatan seperti teman-teman
yang lainnya. Toh, ia tidak keberatan bolak-balik memakai portkey selama cara
tersebut dianggap halal. Ah, itu dia! Mudah saja menemukan sepupu tersayangnya,
perempuan kecil bersurai merah dengan tatap mata setajam pisau, persis dengan
ayahnya. Langsung saja Amano menghampiri perempuan terbaiknya, tanpa aba-aba
memberi kecupan hangat di pipi gadis redhead asal Australia itu.
“Aku terlambat ya? Wajahmu sudah kusut duluan,” Cengiran khas
Amano menghiasi wajahnya di siang bolong. Terik matahari membuat helaian surai
Nyx lebih menyala ketimbang bintang malam, “bagaimana kesanmu selama disini?”
“Jangan menggodaku, Louis.”
Nada penuh penekanan. Di lain sisi merasa melayang diperlakukan semanis demikian. Ah Louis selalu bisa merebut hatinya meski kini ia tengah kesal. Andai saja Orion bisa seperti pemuda ini, maka ia tidak perlu repot menghindar setiap ada pertemuan keluarga. Masih bisa ditatapnya dengan lekat penampilan pemuda berusia tujuh belas tahun di depannya. Bentuk rahang yang menguat, aroma maskulin menyelimuti tubuhnya. Odessa selalu menyukai penampilan sepupunya demikian, memakai kemeja seperti itu, membuat Louis nampak tampan dan berbeda dari laki-laki kebanyakan. Kharismanya tidak bisa ditolak, no?
Sengaja memalingkan wajahnya, alih-alih memberi isyarat kalau ia tengah marah akibat keterlambatan pemuda satu ikatan darah dengannya.
“Kesan?” Kernyitan di dahinya semakin nyata. Perlahan membalikkan tubuhnya, menghadapi ekspresi wajah menggemaskan dari seorang Amano Napoleon. Cih, sial! Terkadang ia membenci wajah jenaka Louis ketika dirinya marah, senjata paling ampuh untuk meluluhkan dirinya. Nyx mendorong bahu pemuda itu pelan-pelan, “baru beradaptasi, tapi musim panas tak seburuk di Sydney.”
Menengadah ke langit. Matahari tidak terlalu terik, ada semilir angina menerbangkan beberapa helai kemerahan miliknya. Odessa bisa melihat ketika angin membuat helai pekat pemuda Napoleon bergoyang. Memasukkan tangan ke dalam saku, kaki-kaki miliknya berjalan menuju satu tempat duduk kosong.
“Kenapa terlambat?”
Amano tak bisa menahan tawa saat melihat reaksi ganjil
sepupunya. Kecupan hangat yang ia berikan tadi membuat gadis itu bereaksi jauh
di luar godaan. Mengulum senyumnya, sekuat tenaga untuk tidak tertawa. Amano tahu,
meskipun Nyx kesal tapi di dalam hatinya sedang melayang. Siapa lagi yang bisa
menjahili Nyx secara serampangan kalau bukan dirinya? Pemuda Louis ini mengerti
tipikal sepupu tersayangnya, jauh lebih mengerti Odessa ketimbang dua saudara
kandungnya. Bukan tanpa alasan mengapa ia mengenal Nyx lebih dalam dibanding
dua saudaranya, cerita lama. Pada saat usia Nyx baru mencapai satu bulan pasca
kelahiran, raganya dititipkan pada keluarga Amano untuk dirawat dan dibesarkan.
Ayah dan ibunya tidak menginginkan anak perempuan.
Odessa, si kecil yang malang.
Dari kecil saja sudah disisihkan. Ia ingat ekspresi dingin
pamannya saat menyerahkan Nyx pada keluarga Amano. Mengatakan kalau mereka
boleh memperlakukan bayi Odessa sesuka hati, terserah mau diapakan. Bersyukur kedua
orangtuanya masih mempunyai hati nurani, Nyx dibesarkan sampai usia gadis ini
mencapai 2 tahun. Nyx tumbuh normal dengan watak ceria seperti anak lain pada
umumnya, namun ketika musim panas beberapa tahun silam. Seorang lelaki bersurai
sama seperti Nyx kembali datang dan mengambil gadis Sydney tanpa meminta izin
kepada orangtuanya. Pada waktu itu, Amano sangat terpukul. Selama Nyx ada di
tengah keluarganya, ia merasa terhibur. Berbeda dengan dua saudara lainnya,
Amano dan Nyx seperti jiwa yang tidak bisa dipisahkan. Kemana-mana selalu
bersama, namun sejak dipisahkan ia seperti dijauhkan dengan setengah raganya.
Maka sejak itulah Amano menyimpan sendiri sosok cerianya,
jauh ia kubur hidup-hidup pribadi aslinya.
Tubuhnya terhuyung ketika redhead kecil mendorong bahunya. Wajah
masam menambah manis ekspresi gadis tersayangnya. Itulah kenapa kelereng
tintanya selalu tertarik bisa menemukan para gadis bersurai merah menyala. Tanpa
komando Amano mengikuti langkah dara kecil kelahiran Juli di depannya.
“Aku kesiangan, kau marah padaku? Aku minta maaf.” Pintanya
dengan wajah belas kasih, “by the way kau cantik ketika marah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar