Senin, 17 September 2012

May I?


Posted ImagePosted Image

Lloyd Leifheit yang dikenal sebagai orang hebat di dunia muggle ternyata tersusun atas fragmen-fragmen kekanakkan tiap kali berada di Rosemary Way.

Anthony berkali-kali melirik ke arlojinya, memastikan dia pulang tepat waktu untuk mengepak segala sesuatu yang perlu dibawa ke sekolahnya. Ada setitik rasa cemas di wajahnya, khawatir ke depannya dia bakalan telat menuju portkey. Orang tuanya ada di dalam toko es krim atas bujukan sang ayah—yang dengan konyolnya malah lebih ambisius dibandingkan dengan Anthony—sehingga dirinya hanya bisa tersenyum pasrah dan menitip-belikan sebuah es krim coklat bertabur kacang gurih.

Rosemary Way—mereka semua ada di sini untuk membeli keperluan sekolah Anthony. Semua ini berawal dengan seekor burung hantu di perpustakaan dan senyum yang mengembang di wajah Colette Leifheit tatkala putranya menyampaikan gulungan surat berisi undangan bersekolah di Institut Sihir Salem. Orang tuanya tak henti-hentinya bersorak dan mengucap selamat pada Anthony, dan dia cukup lega bahwa keduanya tidak menuntut dirinya untuk mencapai sekolah yang lebih tinggi lagi—meskipun sang ibu adalah lulusan Hogwarts. Ayahnya sebenarnya ingin mengadakan jamuan makan malam untuk merayakan keberhasilan Anthony, tapi ibunya ngotot pergi ke Rosemary Way untuk membeli perlengkapan sekolah putranya.

Leifheit muda itu berdecak pelan, memperhatikan berbagai macam penyihir hilir mudik di hadapannya; beberapa menggandeng tangan-tangan kecil usil yang mencoba untuk mengayunkan tongkat sihirnya. Mungkin calon murid Salem seperti dirinya. Merasa tidak bisa menunggu dengan keadaan bengong lebih lama lagi, Anthony mengeluarkan sebuah buku dari tas selempangnya—The Grapes of Wrath, karangan seorang muggle yang dibelinya beberapa bulan sebelum pindah ke Sallowsville—dan bersandar di tiang lampu terdekat.

Seperti biasa, susah sekali menemukan tambatan untuk Anthony kembali ke dunia aslinya. Dia menutup bukunya setelah melahap lima halaman dan mendapati sebuah sosok yang berdiri di sebelahnya.

"Salem?" tanyanya penasaran, memberanikan diri untuk memulai percakapan pertama.



Posted Image



Louis selalu saja bisa diandalkan, dimanapun gadis ini membutuhkan bantuan disanalah ia bisa menemukan Louis Napoleon mengulurkan tangannya. Sementara pemuda tersayangnya tengah membelikan segala kebutuhan sekolahnya, Nyx malah asyik berada di tengah kerumunan Rosemary Way. Nona besar tidak perlu repot berkecimpung di tengah banyaknya gembel jalanan hari ini, tidak perlu merasa kepanasan karena yang dia lakukan hanyalah duduk-duduk saja di Rosemary Way. Sebenarnya Louis mengajaknya untuk membeli semua kebutuhan Odessa hari ini, Nys sendiri mau saja tapi sejurus kemudian Louis mengatakan kalau lebih baik ia duduk saja di Rosemary Way. Ah memang Napoleon satu itu sangat perhatian terhadap dirinya.

Pemuda seperti itu bisa dihitung jari kan?

Pesan terakhirnya menuntut Nyx untuk tidak kemana-mana selama Louis membeli peralatan sekolah dirinya. Mengulum senyum seraya mengangguk. Ah senyum yang hanya ia tunjukkan pada kalangan tertentu, bukan lagi rahasia yang ia simpan untuk dirinya. Bahkan kolega ayahnya tahu kalau anak gadisnya bukan gadis biasa. Tumbuh kembang dari didikan sekeras militer ayahnya, mana bisa menjadi gadis urakan kan? Menatap kerumunan Rosemary Way dengan datar, kapan terakhir kali ia hidup di dalam keramaian? Mungkin saat dirinya berada di kandungan. Begitu terjun ke dunia, ia tidak bisa merasakan bising, yang ada selalu senyap menghampiri. Jelas saja ia membenci Napoleon senior, kepala ayahnya terbuat dari batu mungkin, telinganya pun sudah tertutup ketamakan. Otaknya hanya penuh dengan bisnis, dan uang.

Kenapa malaikat maut tidak menjemputnya secara sukarela? Ayahnya mati pun Nyx tak akan menyesal.

Berdiri di tengah kerumuna tak juga membuat Odessa beranjak menuju konter pemesanan yang padat, antrian sepanjang ular tak juga memberikannya minat. Tempat duduk pun selalu terlihat isinya, tidak adakah satu tempat saja untuk gadis ini? Berharap laki-laki dengan buku bacaan di sana bisa memberikannya tempat. Tungkainya melangkah, memberikan jalan baginya menemukan tempat. Hanya menatap sekilas ketika si empunya tempat sudah lebih dulu menyadari kehadirannya tanpa diminta, ditatapnya datar. Lantaran kata Salem membuatnya ingin melarikan diri dari tempat ini—tempat dimana ayahnya berniat mengasingkan Nyx dari dunianya sendiri.

“Menurutmu?” Tanpa tedeng aling-aling langsung mendudukkan dirinya. Ini tempat umum, tidak perlu meminta persetujuan resmi kan? 


Posted ImagePosted Image

"Oh, maaf—aku tidak sopan, ya? Here."

Leifheit muda itu bergeser, kemudian menyisakan tempat yang cukup untuk gadis itu duduk kemudian memperhatikan surai sang gadis yang berwarna merah menyala, dan mengangkat alisnya sembari berpikir apakah dia bisa menerangi ruangan saat mati lampu menggunakan kepalanya. Bukan sebuah hinaan, tolong simpan pukulanmu untuk Anthony—dia cuma berasumsi. Toh dia sudah melihat banyak sekali penyihir yang lebih ajaib dari apa pun yang kauanggap ajaib.

Gadis itu menjawab pertanyaan Anthony dengan pertanyaan yang sama sekali tidak membantu. Dia hendak tertawa, tapi ditahannya. Dikiranya Anthony tukang kepo apa. Nope, tidak sama sekali; yang dia inginkan hanyalah percakapan antar-penyihir cilik yang normal dan biasa, dan kalau gadis itu tidak menginginkan Anthony mengusiknya—dia hanya perlu bilang tidak. Semudah itu. Kalau mereka ternyata sama-sama murid Salem, bukankah itu berarti kesempatan untuk berteman lebih terbuka untuk mereka?

Anthony Leifheit membuka kembali bukunya, napasnya berat.

"Hanya sekedar bertanya." dia menolehkan kepalanya ketika menjawab, setidaknya cukup sopan daripada menjawab dengan mata terarah ke rangkaian kata-kata rumit yang dipegangnya. "Kau yang tanya. Menurutku kau juga akan masuk Salem."


Musim panas di Rosemary Way dengan pemandangan berpasang-pasang mata yang berbinar tatkala tangan mereka digandeng oleh orang tua mereka memasuki sebuah toko tongkat dan buku artinya surat undangan dari Salem. Tidak perlu repot-repot menyimpulkan dari mana dia mengetahui hal itu, sebab di dunia muggle pun terjadi pemandangan yang sama. Berbondong-bondong orang tua dan anak memasuki toko buku, hendak memilah-milah apa saja yang akan dibawa anak mereka pada tahun ajaran pertama.

Anthony hanya bisa membayangkan dirinya yang menggandeng tangan orangtuanya waktu itu, namun inilah saatnya.

"Leifheit, ngomong-ngomong. Anthony Leifheit."

Posted Image

Melirik lawan bicaranya. Nyaris kelereng kembarnya bergulir secepat peluru tanpa jeda, lantas tanpa meminta izin pada anak laki-laki di sebelahnya, ia segera mengambil alih tempat duduk yang cukup untuk ukuran bokongnya. Hawa panas tak menyurutkan niatnya untuk tetap menunggu Louis membelikan barang belanjaannya. Cih, sejauh mata memandang rasanya keharmonisan keluarga tercipta disini. Sepanjang jalan Rosemary Way, ia bisa melihat bagaimana tangan-tangan mereka saling menggenggam, menunjukkan wajah ceria dan teriakan manja. Lantas apa boleh ia memohon hal yang sama kalau saja Napoleon senior masih memiliki otak yang tidak karatan seperti besi tua, ha?

Selalu seenaknya, dan jangan pernah menatapnya seolah dirinya adalah alien yang baru datang ke permukaan bumi.

My, my mendengar kata Salem saja dia sudah mau muntah, apalagi kalau membayangkan berada di dalamnya? Maaf maaf saja, kalau bukan atas perintah omong kosong ayahnya, ia tidak akan pernah sudi berada di tempat itu. Tentunya alasan kenapa ia menyeret Louis untuk menemaninya kali ini. Namanya juga putri tunggal, setiap titahnya harus dituruti atau gadis ini akan melakukan segala macam cara untuk membuat pesuruhnya bertekuk lutut dan siap menuruti semua permintaannya. Matanya kini tertuju pada lalu lintas pejalan kaki Rosemary Way, orangtua dan anak. Mereka sangat akrab no? Raut wajah bahagia, mata berbinar terpancar dengan jelas. Beberapa mungkin memiliki kebanggaan tersendiri kalau anak mereka diterima untuk bersekolah di Salem, tapi lihatlah gadis ini?

Duduk di salah satu kursi tepi jalan, memakai baju seadanya, rambut merah menyala tergerai, dengan sajian airmuka kasat belas kasihan. Anggaplah orang yang baru saja memberikannya tempat duduk ingin beramah-tamah dengannya.

“Dan menurutmu apakah aku memiliki keinginan untuk berada disana, huh?”

Sekilas menggumam, namun memalingkan wajah. Louis sudah terlalu lama berada di dalam bilik-bilik penjualan. Seharusnya dia sudah kembali dengan segelas air limun untuk tuan puteri kesayangannya. Kerongkongannya berdesir, seteguk ludah saja membuatnya semakin ingin meneguk tetes demi tetes air dingin di terik siang begini.

“Napoleon, Nyx.” Tanpa menatap pemuda di sampingnya. Ia pikir berkenalan dengan orang asing bukan sesuatu hal yang baik.

Posted ImagePosted Image

Beberapa tahun yang lalu, Melle Goodwin, nenek muggle Anthony bilang bahwa dirinya merupakan tipe yang socially awkward. Kepribadiannya berubah-ubah, tergantung bagaimana orang memperlakukan dirinya. Sesaat dia bisa menjadi sosok yang ramah dan periang, namun ada kalanya dia bertransfigurasi menjadi pemuda yang moody dan menanggapi segala sesuatunya dengan serius. Awalnya Anthony tidak percaya—dahinya mengerut dan neneknya bilang bahwa dia manis sekali—sama sekali tidak terpikir bahwa hal itu hampir serupa dengan memiliki kepribadian ganda. Dia tidak bisa membayangkan bertingkah jutek di depan Nathaniel Heffley, tetangganya di Sallowsville.

Tapi detik ini juga, Leifheit muda itu mengerti mengapa neneknya berkata begitu.

Pemuda itu berkali-kali menghela napas berat, dan biner matanya tidak lagi menaungi orang-orang di sekitarnya dengan tatapan teduh. Mata itu meredup, memandang statis pada variasi kata yang rumit. Suasana hatinya begitu jelek sehingga dia harus membaca beberapa kalimat di bukunya berulang kali. Gadis yang satu ini juteknya bukan main, seolah-olah di dalamnya selalu ada yang berkontradiksi dengan Anthony. Namun dia tentu tidak akan membiarkan pemikiran itu menetap di benaknya.

"You don't have to that rude—santai saja," balasnya cepat, mengernyit seakan ucapan gadis itu adalah yang terganjil. Anthony malah lebih menyukai membayangkan belajar dan berteman di Salem. Bayangan-bayangan itu selalu menghangatkannya. Mungkin memang akan ada suka di antara duka atau bahkan kebalikannya, tapi itu sama sekali tidak mengusik keantusiasan Anthony terhadap Salem.

Nyx Napoleon, katanya, bahkan tanpa melirik ke arah lawan bicara. Anthony menutup bukunya kembali, dan menopang dagunya.

"Kau cukup sopan untuk berbicara tanpa melihat kepada siapa dirimu berbicara, ya?"

Smiles.

Posted Image

Nyx Napoleon, bukan tanpa alasan ia diberi nama demikian. Ayahnya menyimpan ambisi tersendiri untuk memiliki anak laki-laki. Ia ingat, dulu sebelum Napoleon termakan oleh rencana politik, ibunya masih menyediakan tempat untuk berlindung. Menceritakan apa saja yang ia ketahui tentang ayahnya. Jauh sebelum Nyx lahir, keduanya memang menginginkan anak laki-laki. Ibu dan ayahnya harus melewati 11 tahun untuk memiliki anak seperti dirinya itupun dengan sedikit keterpaksaan. Mengertilah ketika keinginan seseorang tidak terpenuhi, Napoleon senior sudah banyak merencanakan hal-hal berbau kemiliteran bagi anak laki-lakinya. Namun begitu Nyx dinyatakan lahir dan berjenis kelamin perempuan, harapan yang selama ini dibawa ayahnya punah. Pupus bersamaan dengan kebaikan hatinya semasa dia hidup. Satu tanya, apa salahnya berjenis kelamin perempuan? 

Dia, kalau boleh memilih pun tidak ingin lahir di kalangan bangsawan, apalagi hidup di keluarga bertitel terpandang—sigh. 

Ekor matanya mengawasi Leifheit, namanya. Anonim yang baru saja mengenalkan namanya beberapa menit lalu. Tadinya dia memang orang asing kan, tapi tidak lagi. Guess, dia termasuk calon murid di Salem. Wajahnya menampakkan kalau dia senang berangkat ke tempat antah berantah bernama Salem. Tsk, memangnya tempat itu semenarik apa? Meskipun Louis mengatakan padanya kalau warga Salem jauh lebih ramah daripada warga di sekolahnya, tetap saja ia tidak peduli. Keinginannya pun hanya satu, ingin bersama Louis meskipun hanya satu tahun saja. Pemuda itu benar-benar membuatnya bergantung, saat ini. Maka tidak bisa ia bayangkan kalau tidak memiliki sepupu seperti Louis pada saat dirinya diasingkan begini. 

Atensinya tertarik, Nyx memaksa kepalanya untuk menoleh, menjaga kedua matanya untuk siaga dengan siapa ia bicara. Ditatapnya lekat-lekat pemuda yang baru saja menutup bukunya. Sopan katanya? Tahu apa dia tentang sopan santun, hmm? Tanpa menunjukkan keramahannya, ia menatap diam Leifheit muda. My my, dia tahu pemuda itu kesal. Tapi toh peduli setan, dia orang asing begitu juga dengan Nyx. Mereka hanyalah dua komposisi orang yang melakukan interaksi awal di dalam strata sosial. Kalaupun harus bicara banyak, mengingat Nyx bukanlah orang yang bisa bicara seenaknya terhadap seseorang yang baru dikenalnya—siapapun itu. Memutar matanya, mendengus. 

Posted ImagePosted Image

Bokongnya mulai terasa tidak enak lantaran terlalu lama duduk tanpa berganti posisi untuk beberapa saat. Siku kirinya masih bertopang di paha kirinya, balik menopang dagunya sementara tangan kanannya memegang buku pada ujungnya; menahan agar halaman-halamannya tidak terbalikkan. Pada akhirnya Leifheit muda itu melepas topangannya dan meregangkan tangan kirinya ke atas, sehingga syal coklat yang mengelilingi lehernya terlepas. Ibunya bilang Rosemary Way cukup berangin di musim panas, jadi dia terpaksa memakai syal di atas t-shirt abu-abunya.

Alih-alih menjawab pertanyaannya, gadis Napoleon itu membisu dalam diam. Anthony bisa mendengarnya mendengus beberapa saat kemudian, tapi itu sama sekali tidak mengusiknya. Perempuan. Bisa begitu rumit untuk sepersekian detik, unpredictable dalam jangka waktu yang lama. Kendatipun demikian, semua perempuan terlihat sama di mata Anthony, dan dia tidak mau ambil ribut soal itu. Selama dua belas tahun menghembuskan napas juga dia tidak pernah mau mengerti tentang apa yang membuat perempuan begitu berbeda dengan laki-laki. Begitu juga dengan dara Napoleon yang ada di sebelahnya—biarkan saja. They don't know each other so well, by the way.

Namun Anthony tetap bertanya-tanya apakah nantinya dia akan mengerti.

Berusaha mengalihkan pikirannya, dia merogoh saku jeans-nya, mengeluarkan bungkusan-bungkusan kecil berwarna kuning. Manisan karamel yang dibelinya di toko manisan beberapa jam lalu lezat sekali. Anthony kemudian mengulurkan tangan kanannya yang penuh dengan bungkusan karamel kepada Napoleon di sebelahnya.

"Karamel," ujarnya berusaha memecah keheningan, sambil memasukkan satu ke dalam mulutnya. "Ambil saja kalau mau. Ibu bilang biasanya perempuan makan manisan kalau suasana hati mereka sedang jelek. Kalau kau tidak suka, ya—"

Jeda.

"—kau cukup aneh."

Posted Image

Lantaran sudah terbiasa dengan orang awam, puluhan pasang mata akan menatap kearahnya tanpa bisa diminta pertanggung jawaban. Padahal ia memiliki anggota tubuh yang lengkap, wajahnya pun tidak buruk-buruk amat, Louis bilang dia cantik untuk anak seusianya. Terkadang sepasang mata milik orang lain tak pernah luput memandang dirinya, di saat dunia sibuk pun mereka masih bisa menatap Nyx dengan sengit. Napoleon perempuan mulai berpikir, apa yang salah dengan penampilannya? Toh saat ini dia hanya mengenakan terusan berwarna merah marun, menyarukan keadaan surainya yang menyala. Memang ini terlalu terang untuk musim panas berangin?

Tapi toh siapa pula yang peduli?

Louis saja tidak berkomentar macam-macam, dan Louis tidak menyuruhnya untuk berganti pakaian maupun penampilan. Anggap saja orang-orang itu baru melihat penduduk Australia terdampar di Amerika. Ya ya salahkan saja si Pak Tua Jahannam yang tega membuang anaknya sendiri ke Negeri orang. Tanpa sadar setiap mengingat ayahnya, jari-jari kurus miliknya mengepal. Ada emosi terselubung memindai, mengintai di setiap sudut tatapan matanya. Ingatan tajam awal mula ia begitu membenci keluarganya sendiri. Bisa saja melakukannya di tengah keramaian, sejatinya hal-hal intermezzo seringkali hinggap di kepala anak kecil berusia dua belas tahun saat ia memiliki jeda waktu menunggu seseorang kembali untuknya.

Louis, Louis… Kau dimana? Tega membiarkan Nyx bersama seorang aneh di sebelahnya yang kemudian menawarkan permen.

Tolehan kepalanya menarik minat pada sekumpulan bungkusan kecil berwarna kuning di telapak tangan seseorang, permen karamel? Apa ini modus operasi kejahatan terbaru? Memikat korbannya dengan memberikan mereka bermacam-macam makanan menarik yang sudah dibubuhi obat tidur, kemudian saat si korban memakannya maka si pelaku bisa bebas berbuat apa saja yang dia inginkan. Permasalahannya disini, pelakunya mana mungkin anak kecil. Namanya juga perempuan, dan untuk Nyx pikiran negatif bisa datang kapan saja dia inginkan, tidak peduli orang itu siapa dan memiliki gelar apa. Perannya di lingkungan sosial pun tak banyak berpengaruh untuk penilaian secara pribadi bagi Nyx. Pelan-pelan kepalanya mendongak, menatap entitas muda di sebelahnya. Leifheit sudah tidak lagi bersama bukunya, baru saja telinganya menangkap kata pujian—anggapannya.

Aneh—bahkan Leifheit sudah urutan kesekian yang mengatakan kalau dia adalah gadis aneh.


“Kau…” Nyx menatap entitas oppositenya lurus-lurus, tanpa sedikit pun berkedip menatap mata lawa bicaranya, “sudah orang keseratus sekian yang mengatakan seperti itu. Murni karamel? Bukan tindak kejahatan dengan modus baru?”

Manik kembarnya menyapu seluruh garis muka Leifheit saat itu juga tanpa senyuman.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar