Minggu, 16 September 2012

Let me know, how much worst is it?


Berkacalah wahai Pak Tua, pada air yang mengalir dan langit yang membiru.

Meskipun aku bisu, namun tidak tuli. Apa kau buta—buta kasih sayang? Dasar lelaki pecundang, kau pikir anak gadismu apa? Seenaknya menjadikanku gundik? My my, belas kasihmu dimana Pak Tua?

Apa dia tidak sadar kalau anaknya bukanlah pesuruh ulung, hmm? Nyx Odessa Napoleon bangkit dari tempat tidurnya, berniat menangglkan gaun tidurnya. Masih kecil saja dia sudah diperlakukan seperti orang dewasa, hidup memang terlalu keras di keluarga Napoleon. Maka tidak heran kalau para sepupunya yang lain hanya mendesah begitu melihat Odessa kecil menampilkan wajah datar; menikmati setiap kecaman hidup, katanya. Sekilas menatap kamar tidur mewah, rasanya sudah bertahun-tahun hidup dalam kubangan kekayaan, kejayaan bahkan kesuksesan. Namun seperti kosong merupakan api yang menyala siap memakan halangan apapun di depan tanpa jeda. Nyx menggelung surainya, menaruh kaki-kaki jenjangnya menyusuri petak demi petak marmer penghias ruangan. Menarik kenop pintu, membukanya seara perlahan. Mengintip, apakah sekiranya ada obrolan tentang dirinya yang bisa tertangkap telinga?

Perjodohan dirinya dengan Orion, misalnya.

Betapa ia membenci cara pikir keluarganya secara membabi buta, dia pikir Odessa mainan mereka? Oh sayangnya orangtua otaknya sudah karatan. Nyx menghembuskan nafas, ditatanya air muka tanpa menunjukkan bahwa ia sudah bosan untuk hidup di dalam istana serba mewah. Menuruni setiap anak tangga, gaun putih yang dikenakannya menjuntai, menyapu lantai. Tapi toh ia tidak peduli sehelai kain ini mau kotor atau tidak. Sebab sesampainya ia di ruang makan, Odessa hanya butuh membungkuk, mengucapkan salam dan mendudukkan dirinya secara anggun menurut tata cara nenek moyang yang sudah diajarkan padanya.

“Pagi Father, Pagi Mother…” Ia membungkuk kemudian menaruh diri di salah satu kursi.

Tidak dijawab apalagi dilihat? Itu sudah biasa.

“Cepat habiskan sarapanmu, kemudian bersihkan dirimu dan kembali ke ruang besar. Ayah ingin bicara padamu.”

Yang barusan bicara itu ibunya. Odessa mengangguk, seraya mengambil bagian terluar dari alat makannya. Enggan mengoleskan keju buatan luar negeri. Bisakah mereka menghemat makanan dari dalam negeri saja? Mendengus, seringai kebosanan mulai diperlihatkan. Sementara ibunya menyiapkan sarapan untuk dibawa ke ruang besar, Nyx mengunyah potongan demi potongan roti gandum dengan perlahan. Apalagi yang harus dibicarakan Pak Tua itu? Dia mau menyampaikan kesan dan pesan apalagi, hmm? Kalau saja sejak berada di alam sana, ia boleh memilih untuk hidup dengan siapa dan bagaimana, maka ia tidak ingin berada di dalam keluarga seperti ini. Terkungkung dalam tradisi kuno, penuh perintah dan tata tertib tak jelas asal usulnya. Bahkan Louis saja mengatakan padanya, kalau ia adalah anak gadis paling hebat yang pernah ia temui. Kuat menghadapi kecaman hidup dari dalam keluarganya sendiri.

Lalu apa aku harus menjerit? Berteriak bahwa aku ingin bebas? Lelucon jaman batu, mana mau Pak Tua itu mendengar keluh kesah anaknya sendiri.

“Aku sudah selesai, Mother.”

Isyarat tangan ibundanya, menyuruh Odessa bergegas ke kamarnya dan merapikan diri. Yeah, Pak Tua itu tidak suka anak gadisnya terlihat urakan mirip gembel di jalanan. Dirumah saja harus mengenakan satu set baju yang sudah disiapkan para pesuruh. Lagi-lagi ia mendesah, satu dari sekian banyaknya kekecewaan yang harus ditelannya secara bulat-bulat. Tetes demi tetes air menyentuh kulit bak porselennya, menjangkiti setiap asa yang tidak pernah tidur setiap harinya. Mimpinya kebebasan akan selalu datang, siapapun harus membawanya keluar darisini, no? Muak, ia membenci tata krama tanpa sebab. Well, waktunya habis.

Meraih gagang pintu, memasuki ruang besar milik Napoleon senior seorang.

Ruang besar terletak di lantai tiga istananya, arah Barat Laut agak menjorok ke dalam. Ada sistematis yang harus digunakan kalau ingin memasuki ruang besar. Hanya orang-orang tertentu yang bisa mengakses bilik tersebut. Dari sekian banyak keluarga Napoleon bahkan hanya satu atau dua orang yang bisa menjangkau ruang besar dengan desain keamanan paling rumit yang pernah ia temui. Setelah hening panjang, akhirnya Nyx memberanikan diri untuk menghadapi Napoleon senior. Dilihatnya lelaki tua duduk di atas kursi besar dan wajahnya terhalang koran pagi ini. Membungkuk (seperti biasa, karena sudah tradisi) barulah ia duduk. Kursinya panas, atau mungkin ini hanya perasaannya saja?

“Father, ingin bicara denganku?”

Tidak ada suara, udara bergulir, detik menjerit. Hanya satu gerakan dari balik koran penutup wajah ayahnya. Tangan besar menyodorkan padanya sebuah surat, ada stempel resmi di depannya. Dahi Nyx berkerut, jari-jari lentiknya mengambil amplop tersebut. Melepaskan perekatnya dan membuka serta membaca isinya. Hening, bukan ini yang ia inginkan. Dikirim ke Amerika untuk sekolah, adakah hal yang lebih buruk dari ini? Nyx meneguk ludahnya, memandang tak percaya isi kepala ayahnya. Kalimat ia akan diasingkan berangsur mengeras dalam satuan detik berlalu di hidupnya.

“Kenapa harus di Amerika? Di Negara ini juga banyak sekolah sihir yang bagus, terutama sekolah Louis.”

Lembaran berita tersingkap, menampilkan sesosok wajah tua masih segar, garis-garis kontur wajahnya tak memperlihatkan kalau Napoleon senior sudah mencapai masa kejayaannya. Wajahnya masam, ekspresi yang paling tidak disukai Odessa sekaligus air muka andalan Napoleon senior saat idenya dibantah.

“Sejak kapan berani membantah?” Nyx membenci ayahnya kala beliau menatapnya setajam pisau, membuatnya tak segan untuk mengambil benda tajam apapun disekitarnya dan menggoreskan tepat di permukaan epidermis kulit vitalnya. Tsk! Palingan wajah Nyx, diiringi langkah seberat 2 ton. Lebih memilih memendam amarahnya daripada harus memupuk keinginan mencekik ayah kandungnya sendiri. Tanpa sepatah kata, ia membalikkan badan. Meninggalkan ruang besar dengan amarah bergolak. Seharusnya masa depan itu miliknya, ayahnya hanya perantara. Tetapi kenapa semuanya berbeda? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar