Kamis, 31 Mei 2012

Resapi Hening


"Kini dia meringkuk dalam diam. Dalam pelukan seseorang yang telah memberinya sayatan dalam. Coba meredam tangisnya dengan satu tangan…"

"Keterdiaman itu—cara kedua matanya memandang—adalah teriak kebenaran yang paling lantang dan tidak bisa lagi disangkal"

"Ini adalah senyap paling pekat yang pernah dirasakan keduanya. Berdua yang seperti sendirian… "

"Tapi saat hadir bersamaan, keduanya adalah gelap yang melululantakkan.. "

"Namun dalam ketiadaan jarak, ternyata justru terdapat ketidakterbatasan jarak. Salah satu memeluk kuat-kuat, namun seperti tidak ada siapa pun dalam pelukannya. Dia adalah keduanya, tapi juga bukan salah satunya… "

"Mati-matian ditahannya hati dan kedua lengannya untuk tidak meraih lalu menahannya dalam pelukan… "

"Kalau mau jujur, meskipun dia selalu memperlakukannya dengan manis, selalu perhatian, selalu ada di ujung telepon, selalu bisa hadir setiap kali dibutuhkan, tetapi aku merasa dia membentangkan pembatas. Tipis, tapi bisa dia rasakan dengan jelas."

"Gue akuin gue emang nggak siap, tapi gue nggak mau mundur lagi…"

"Karena dia bicara dengan seluruh sesal. Seluruh luka. Seluruh sakit. Namun juga dengan seluruh kesabaran dan harapan. Pada akhirnya, dia melakukan semua itu juga dengan seluruh cinta. Untuk kedua orang yang hilang pada masa lalu dan untuk seseorang yang hadir dalam hidupnya… "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar