"Aku tak pernah dengar,"
ujar Jonah tak peduli lalu merangkul tubuh gadis berambut ikal gelap itu lalu
ia bersandar pada sandaran empuk sofa besar itu dan menarik tubuh si gadis
untuk turut bersandar di bahunya. "Tapi jelas ruangan ini sangat
berguna."
Untuk kau dan aku.
"Aku tidak merayumu," ia
berkata lagi, tertawa kecil ketika Xylia mencolek ujung hidungnya. Jonah lalu
mendekatkan wajahnya ke wajah si gadis, memberinya kecupan di keningnya lalu ke
hidungnya. "Aku mengucapkan kenyataan," lalu dikecupnya kedua pipi
gadis itu bergantian sementara kedua tangan pemuda itu mengeratkan rangkulannya
menjadi sebuah pelukan. Aroma tubuh Xylia yang lembut namun berani itu
menggelitik hidungnya ketika ia menciumi leher gadis itu pelan. Ia menjauhkan
kepalanya kemudian untuk menatap mata Xylia dan tersenyum.
"Bagaimana kalau kita
pacaran?" tanyanya serius. "Aku suka kau. Kau suka aku. Apa lagi yang
kurang?"
Tidak, ia belum lupa pada cinta
sejatinya.
Tanpa menunggu jawaban, Jonah membelai
pipi Xylia yang halus. Kulit gadis itu seperti kulit bayi. Begitu kenyal dan
sangat terawat. Sifat gadis itu yang selalu menerima perlakuannya membuat ia
merasa jauh lebih mudah mengabaikan perasaannya pada seseorang. Dengan
adanya Xylia, orang-orang akan tahu bahwa ia baik-baik saja setelah kejadian di
Yule Ball tahun lalu. Ia seorang Gryffindor yang pemberani. Tidak akan kalah
oleh sesuatu yang bernama cinta. Ia penakluk wanita. Wajah yang tampan adalah
hadiah yang diberikan Tuhan untuknya.
Ia akan berdosa kalau tidak
memanfaatkannya, kan?
"If your answer
is yes," gumamnya
sembari menyusuri wajah gadis itu dengan ujung hidungnya,"kiss
me."
Bohong kalau gadis pemilik iris pekat
ini tidak menikmati setiap sentuhan yang disajikan untuknya. Wanita mana yang
tidak akan melambung ke langit kalau diperlakukan seistimewa seperti ini?
Untuk seukuran pemuda, Jonah Julius
mungkin tidak termasuk kategori tipenya. Tapi perduli setan dengan tipe pria,
ia bahkan sudah tidak bisa berpikir jernih ketika Jonah mendaratkan ciuman di
beberapa bagian tubuhnya. Sebagai wanita normal, Xylia Lotus menyukai benar
sensasi yang diciptakan pemuda yang lebih tua darinya. Nafas yang memburu,
aroma yang menguar, tatapan yang sayu, itu sudah menjadi bagian dari semuanya.
Gadis mana yang tidak senang, ketika sang pria memanjakan dirinya? Mencium atau
sekedar memeluknya?
Iya aku dan kamu sama-sama
suka—suka ditinggal oleh orang yang disayang. Begitu tepatnya?
Ia memahami betul keadaan diburu nafsu
seperti ini. Sudah biasa, pikirnya. Gadis jalang sepertinya memang biasa
berlaku liar seperti ini kan? Ini pun bukan di luar kendalinya. Ia hanya ingin
melenyapkan semua emosinya. Emosi yang ia tahan sejak pemuda itu menghilang.
Membiarkan dirinya jatuh pada salah satu pelukan Adam yang juga sama nasibnya.
Persetan dengan masa lalu, ya? Yang terpenting adalah mereka kini bersama-sama.
Apa yang mereka lakukan atas dasar sama-sama suka. Jelas?
Pacaran itu komitmen, setidaknya itu
yang dipikirkan Xylia. Dan ia bukan tipikal gadis yang suka terikat dengan
komitmen.
Ia mengangguk, “iya, kau dan aku…
kita,” menempelkan hidungnya pada hidung lelakinya, “sama-sama suka…”
Ia belum mengabaikan perasaannya pada
seorang pemuda terdahulu. Tetapi pemuda itu yang mengabaikannya, membuat gadis
ini mereguk pepatah ‘mati satu tumbuh seribu’. Kalau yang satu
menghilang yang lain akan datang menghampirinya, meski harus menjadi samsak
yang menyakitkan. Ingat, dia jalang. Mana pernah setia dengan satu pria secara
terang-terangan. Gadis pemilik surai tinta itu tanpa ragu menempelkan bibirnya
pada milik si pemuda. Berusaha melenyapkan apa pun yang menjadi sarang sesak di
dalam hatinya. Perasaan kesepian, jengah, muak, marah, kesal semuanya ia
keluarkan dengan satu cara. Nafsu setan memang kasat mata, untuk melihatnya
hanya dengan cara seperti ini—melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar