Kamis, 09 Agustus 2012

It's Only After We've Lost Everything That We're Free To Do Anything


"Aku tak pernah dengar," ujar Jonah tak peduli lalu merangkul tubuh gadis berambut ikal gelap itu lalu ia bersandar pada sandaran empuk sofa besar itu dan menarik tubuh si gadis untuk turut bersandar di bahunya. "Tapi jelas ruangan ini sangat berguna."

Untuk kau dan aku.

"Aku tidak merayumu," ia berkata lagi, tertawa kecil ketika Xylia mencolek ujung hidungnya. Jonah lalu mendekatkan wajahnya ke wajah si gadis, memberinya kecupan di keningnya lalu ke hidungnya. "Aku mengucapkan kenyataan," lalu dikecupnya kedua pipi gadis itu bergantian sementara kedua tangan pemuda itu mengeratkan rangkulannya menjadi sebuah pelukan. Aroma tubuh Xylia yang lembut namun berani itu menggelitik hidungnya ketika ia menciumi leher gadis itu pelan. Ia menjauhkan kepalanya kemudian untuk menatap mata Xylia dan tersenyum.

"Bagaimana kalau kita pacaran?" tanyanya serius. "Aku suka kau. Kau suka aku. Apa lagi yang kurang?"

Tidak, ia belum lupa pada cinta sejatinya.

Tanpa menunggu jawaban, Jonah membelai pipi Xylia yang halus. Kulit gadis itu seperti kulit bayi. Begitu kenyal dan sangat terawat. Sifat gadis itu yang selalu menerima perlakuannya membuat ia merasa jauh lebih mudah mengabaikan perasaannya pada seseorang. Dengan adanya Xylia, orang-orang akan tahu bahwa ia baik-baik saja setelah kejadian di Yule Ball tahun lalu. Ia seorang Gryffindor yang pemberani. Tidak akan kalah oleh sesuatu yang bernama cinta. Ia penakluk wanita. Wajah yang tampan adalah hadiah yang diberikan Tuhan untuknya.

Ia akan berdosa kalau tidak memanfaatkannya, kan?

"If your answer is yes," gumamnya sembari menyusuri wajah gadis itu dengan ujung hidungnya,"kiss me."



Bohong kalau gadis pemilik iris pekat ini tidak menikmati setiap sentuhan yang disajikan untuknya. Wanita mana yang tidak akan melambung ke langit kalau diperlakukan seistimewa seperti ini? 

Untuk seukuran pemuda, Jonah Julius mungkin tidak termasuk kategori tipenya. Tapi perduli setan dengan tipe pria, ia bahkan sudah tidak bisa berpikir jernih ketika Jonah mendaratkan ciuman di beberapa bagian tubuhnya. Sebagai wanita normal, Xylia Lotus menyukai benar sensasi yang diciptakan pemuda yang lebih tua darinya. Nafas yang memburu, aroma yang menguar, tatapan yang sayu, itu sudah menjadi bagian dari semuanya. Gadis mana yang tidak senang, ketika sang pria memanjakan dirinya? Mencium atau sekedar memeluknya? 

Iya aku dan kamu sama-sama suka—suka ditinggal oleh orang yang disayang. Begitu tepatnya? 

Ia memahami betul keadaan diburu nafsu seperti ini. Sudah biasa, pikirnya. Gadis jalang sepertinya memang biasa berlaku liar seperti ini kan? Ini pun bukan di luar kendalinya. Ia hanya ingin melenyapkan semua emosinya. Emosi yang ia tahan sejak pemuda itu menghilang. Membiarkan dirinya jatuh pada salah satu pelukan Adam yang juga sama nasibnya. Persetan dengan masa lalu, ya? Yang terpenting adalah mereka kini bersama-sama. Apa yang mereka lakukan atas dasar sama-sama suka. Jelas?


Pacaran itu komitmen, setidaknya itu yang dipikirkan Xylia. Dan ia bukan tipikal gadis yang suka terikat dengan komitmen. 

Ia mengangguk, “iya, kau dan aku… kita,” menempelkan hidungnya pada hidung lelakinya, “sama-sama suka…” 

Ia belum mengabaikan perasaannya pada seorang pemuda terdahulu. Tetapi pemuda itu yang mengabaikannya, membuat gadis ini mereguk pepatah ‘mati satu tumbuh seribu’. Kalau yang satu menghilang yang lain akan datang menghampirinya, meski harus menjadi samsak yang menyakitkan. Ingat, dia jalang. Mana pernah setia dengan satu pria secara terang-terangan. Gadis pemilik surai tinta itu tanpa ragu menempelkan bibirnya pada milik si pemuda. Berusaha melenyapkan apa pun yang menjadi sarang sesak di dalam hatinya. Perasaan kesepian, jengah, muak, marah, kesal semuanya ia keluarkan dengan satu cara. Nafsu setan memang kasat mata, untuk melihatnya hanya dengan cara seperti ini—melakukannya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar