======oo======
"Semalam pulang jam
berapa?"
Kant mendongak, sekian menit
menatap sarapan paginya tidak juga mengenyahkan pikiran rumit semalam.
"Jam satu. Aku bertemu
dengan Lee dulu untuk mengambil berkas-berkas siswa." Kant mencoba
tersenyum dan kembali menyuapkan sepotong sandwich ke mulutnya sementara Belle
mengangguk mendengar dusta yang dikatakan Kant.
Maaf aku berbohong padamu.
"Jadi bagaimana
pekerjaanmu?"
Sedikit tersedak dan ia
batuk.
"Eh ya, begitu-begitu
saja." Kant berusaha mengambil gelas berisi air putihnya.
"Begitu-begitu saja?
Tidak ada yang memberi selamat atau kejutan?"
"Semua memberi selamat
kecuali pekerjaanku." Susah payah ia mengatakannya. Tentu saja pikiran
semalam masih menghantuinya dan akan terus menghantuinya sampai masa
penugasannya tiba dan dia harus meninggalkan Belle seorang diri di
Sallowsville.
Oh Tuhan, itu akan terjadi cepat atau lambat.
"Aku harus berangkat,
maaf tidak bisa menemanimu lama-lama." Kant beranjak dari kursinya meraih
mantel tebalnya dan menghampiri kursi Belle serta mengecup keningnya.
***
Kant menaruh kepalanya diatas
meja sesampainya di Kementrian. Ia merasa pusing bukan main. Baru saja datang
dan memasuki ruangan sudah ada 2 tumpuk berkas dan panggilan rapat pada jam 2
siang dan jam 3 sore. Belum lagi ia harus merampungkan materi untuk ujian FLEW
dan HLEW. Oh tidak bisakan berhenti sebentar saja, ia ingin bernafas. Tidak
bisakah pekerjaannya digantikan oleh orang lain?
Satu hal yang membuatnya
kesal adalah ketika semua orang menjadi tidak sabaran. Mereka yang menunggu
berkasnya untuk dianalisa dan disetujui oleh Kant mulai meneroronya menggunakan
surat atau orang-orang suruhan yang menunggui Kant setiap tiga puluh menit
sekali. Bagaimana kepalanya tidak mau pecah, hei? Ditambah lagi ia memikirkan
kalau beberapa bulan lagi ia harus meninggalkan Belle sedangkan meninggalkan
Belle sama sekali bukan hal yang dia inginkan. Kant memutuskan untuk mengambil
pena dan menuliskan beberapa kalimat. Ia akan pulang cepat hari ini. Kalau
perlu ia akan minta cuti untuk rehat sebentar dari pekerjaan di kementrian.
Cukup, dia muak.
***
Pada akhirnya waktu akan
menunjukkan betapa Kant merupakan lelaki dengan banyak dusta dan dia adalah
laki-laki pengecut. 3 bulan sudah berlalu sejak surat panggilan dinasnya, dia
bahkan tidak mengatakan apapun pada Belle. Padahal apa sulitnya mengatakan
kalau dia akan pergi dinas? Apa sulitnya mengatakan kalau ia akan meninggalkan
Belle sebentar saja untuk pekerjaannya? Baiklah, sebentar itu berapa lama?
Hitungan bulan? Sayangnya Kant mendapat panggilan selama 3 tahun untuk memulai
pekerjaannya. 3 tahun, sebentar katanya. Ini gila, orang waras macam apa yang menyuruh
pengantin baru berpisah selama 3 tahun? Kementrian sudah pasti otaknya rusak.
Kant berkali-kali memaki dirinya sendiri. Ia ingin melepas tanggung jawabnya
sayang kontrak penelitian yang telah memanggilnya sudah ia tanda tangani
sebelum pernikahan dan ia nampaknya setuju dengan waktu dinas selama 3 tahun.
Nyatanya jatuh cinta membuatnya lupa akan semua hal
yang dilewatinya.
Kant menyeret langkah kakinya
ketika malam sudah larut dan toko-toko di jalan Sallowsville sudah tutup. Musim
dingin, tetap saja tidak ada libur dan ia baru saja kembali setelah menemui Lee
di Salem. Minggu ke-enam musim dingin, malam memang dingin tapi ia tidak
merasakan apa-apa dan mungkin mati rasa. Sesekali kakinya menendang tumpukan
salju di jalan, memasukkan tangannya ke dalam mantel yang tebal dan ia berhenti
di depan rumahnya. Sudah gelap, ia sudah memperingatkan Belle untuk tidak lagi
menunggunya setelah kejadian pertama kali ia hidup bersama dengan Belle. Ia
tidak mau membuat Belle sakit dengan terus-terusan membiarkan gadis itu tidur
di ruang keluarga, di sofa, di depan televisi. Kant tidak ingin membuat Belle
menunggunya, rasanya ada rasa bersalah yang terus menggerogotinya.
"Aku pulang..."
Ujarnya dengan suara parau. Duduk di depan pintu masuk sembari membuka sepatunya.
Menunduk diantara lututnya dan melepaskan tali sepatunya.
"Malam sekali?"
Kant tertegun, ia mengenali
suara ini. Enggan menoleh seraya melepas sepatunya. Sudah dibilang jangan
menunggunya malah sekarang belum tidur.
"Aku sibuk..." Kant
bangkit, berjalan dengan sedikit menunduk dan mengambil sendal serta menaruh
sepatunya di rak belakang pintu.
"Bertemu Lee lagi? Kapan
punya waktu untukku?"
Kant menegapkan tubuhnya, di
lihatnya Belle dengan piyama merah jambu lembut dan rambut yang tergerai. Matanya
tidak menunjukkan tanda-tanda ia habis tidur dan kedua tangannya berada di
belakang tubuh. Kant menaikkan alisnya, merasa aneh dengan Belle malam ini.
"Belum tidur?" Ia
tetap tak melangkah maju dan menciptakan jarak dengan Belle. Seolah takut Belle
menyembunyikan jebakan diantara keduanya.
Respon perempuan yang
dinikahinya empat bulan lalu hanyalah menggeleng.
"Aku menunggumu..."
Katanya merajuk dengan wajah memelas minta dipeluk. Kant mendengus, padahal
sudah berkali-kali ia katakan kalau Belle tidak perlu menunggunya lagi sejak
malam itu. Akhirnya ia mendekat, menatap seraut wajah yang dirindukannya siang
dan malam meskipun setiap hari mereka bertemu.
"Aku 'kan sudah bilang
jangan menungguku lagi."
"Iya, aku tahu..."
Belle membawa satu tangannya dan menegakkan telunjukknya menyusuri dada Kant.
"Terus kenapa?"
Kenapa perempuan susah ditebak?
"Bukan keinginanku untuk
menunggumu malam ini." Ujarnya manja. Belle menaruh kepalanya di dada Kant
dan ia hanya menangkap gelagat aneh yang tak biasa ini. Sambil memutar matanya
dan membiarkan Belle dengan tingkah anehnya.
"Lalu? Apa yang salah
denganmu? Ini sudah sangat larut, ayo kita tidur." Kant merengkuh bahu
Belle dan mengajaknya ke kamar. Namun Belle tidak bergerak, ia hanya diam dan
menatap sebal. Kant mengernyit, meminta penjelasan tanpa mengucapkan apapun.
"Kalau ini keinginan dia, aku bisa apa? Dia ingin menunggu
ayahnya pulang."
Kant mengernyit lagi,
kebingungannya bertambah. Dia siapa yang dikatakan Belle? Sementara kedua
matanya tertuju pada tangan Belle yang menunjuk perutnya dan matanya
membelalak. Antara bingung dan terkejut.
"Dia? Siapa? Ayah?
Maksudmu?"
Baiklah ini akan bertambah gila. Dia yakin besok harus
dibawa ke psikiater.
Belle mendekat, merapatkan
jarak keduanya. Tangannya yang mungil dan jarinya yang jenjang menyapu pipi
Kant.
"Bisakah ucapkan selamat
malam pada calon anak kita, ayah?"
Kant masih diam terpaku di
tempatnya, kemudian tertawa kecil. Kini dia mengerti karena Belle mulai
menatapnya dengan tatapan sebal. Kant membiarkan tangannya menghabiskan
lingkaran keduanya, mengangkat tubuh Belle yang ringan ke udara dan mereka
berputar-putar seperti berdansa. Kant tidak berhenti tertawa dan sesekali
berteriak senang. Matanya berbinar, menyatu dengan senyum puas Belle yang
memberikan kabar baik padanya. Akhirnya waktu membawanya pada babak baru
kehidupan.
"Lihat, lihat! Positif!
Tadi aku pergi ke St. Octavianus dan bertemu Sagitarius, katanya sudah 3
bulan." Belle berseru manja dalam gendongannya. Kant mengecup singkat
Belle untuk menunjukkan betapa ia bahagia dengan keluarga kecilnya ini.
***
"Kita akan ke
Sapporo?" Belle melebarkan matanya ketika Kant mengatakan kalau mereka
akan bermukim sementara di Sapporo, "Itu artinya aku meninggalkan
pekerjaanku? Kita akan ke rumah ibu?"
Kant mengangguk, sejak
dinyatakan mengandung Belle jadi lebih cerewet dari biasanya. Untungnya Belle
jarang mengalami morning sick selama masa kehamilannya sekarang, Belle juga
lebih banyak makan terutama cokelat. Belle selalu meminta Kant membawakannya
macam-macam cokelat setelah ia pulang kerja.
Berita tentang Belle sedang
berbadan dua, sudah sampai di telinga Lee dan Hyun Na. Mereka turut senang
dengan kabar baik yang satu itu, katanya Makabe akan punya teman. Kant hanya
tertawa mendengar komentar teman-temannya. Ia juga sering berdiskusi dengan Lee
dan Hyun Na, mengingat ia harus menjadi suami siaga untuk Belle. Katanya adalah
hal yang wajar ketika wanita tengah mengandung dan meminta banyak hal aneh.
"Tapi kok mendadak
sekali?" Belle menjilati permukaan sendok yang sudah diolesi selain
cokelat dan menatap Kant penuh pertanyaan.
Pagi-pagi sudah harus berdusta.
"Minggu depan aku ada
panggilan tugas..."
Tapi pada akhirnya ia sudah tak bisa berbohong lagi.
"Tugas?"
"Ya, penelitian yang
kuajukan sebelum kita menikah sudah disetujui Kementrian dan Menteri Sihir
sudah menandatanganinya. Ia memintaku untuk segera menyelesaikan penelitian
itu."
"Sebentar, lalu kenapa
kita harus ke Sapporo? Memangnya kau mau kemana? 'Kan hanya meneliti
saja."
Kant meneguk ludahnya,
membiarkan roti panggangnya nyangkut sebentar di tenggorokan.
"Aku akan melakukan penelitian
di Afganistan dan Vietnam. Selama 3 tahun, Belle."
Suasana mendadak hening,
hanya ada bunyi jarum jam yang berdetak. Masing-masing terpaku oleh sepasang
bola mata. Baik Kant maupun Belle sama-sama menyimpan keterkejutan terutama
Belle. Perempuan itu benar-benar terkejut dengan berita penugasan selama 3
tahun dan berada di luar Amerika.
"Jadi itu sebabnya kau
ingin kita ke Sapporo?" Tanya Belle memecah keheningan sedangkan Kant
hanya mengangguk dan mengelap sekitar mulutnya.
"Aku ingin ada yang
menjagamu selama aku pergi, Bells. Aku tidak ingin kau kenapa-napa. Maaf aku
tidak bisa menemanimu, aku tahu ini menyedihkan tapi aku... Aku tidak..."
Belle menunduk beberapa saat
dan kembali mendongak dengan sebuah senyuman di wajahnya.
"Aku tahu, Kant. Kau
bertanggung jawab atas pekerjaanmu. Aku mengerti kau tidak bisa seenaknya
dengan pekerjaan ini. Jangan khawatir dengan keadaanku, aku akan baik-baik
saja."
Tapi dia tahu Belle tidak baik-baik saja.
Sudut matanya, ada bening
yang tertumpuk dan siap menetes dalam sekali kedip. Kant mendorong kursinya
menjauh, meninggalkan tempatnya dan menghampiri Belle merengkuhnya dari
belakang dengan harapan pelukan ini tak sekadar menenangkan Belle tapi
menguatkannya. Erat sekali, seakan tidak ingin melepas barang sedetik saja.
"Maaf, aku tidak
bermaksud meninggalkanmu sendiri dalam keadaan seperti ini. Maaf, aku tidak
bisa menjadi suami yang baik, tidak bisa menemanimu di saat-saat sulit seperti
ini, maaf."
Karena permintaan maaf tidak
cukup untuk menggantikan waktu yang hilang. Ia beruntung Belle merupakan wanita
dengan hati yang lapang. Senyumnya merekah bersamaan dengan tetes demi tetes
airmatanya.
"Tidak apa-apa, Kant.
Ada ibu yang akan menjagaku. Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja."
Ia menekankan pada kalimat
aku akan baik-baik saja. Rasanya asing begitu kata baik-baik saja terdengar. Ia
seperti ditampar berulang kali dan Kant memeluk Belle semakin erat. Dia tahu
Belle menangis dari cara bernafasnya yang tidak beraturan serta isak yang
terdengar sesudahnya. Ia meminta maaf, ribuan bahkan jutaan kali meminta maaf
untuk waktu yang hilang setelah ini.
***
Sepenuhnya perjalanan ini
didukung penuh oleh para sahabatnya meskipun Lee dan Hyun Na bahkan Andrea
ingin menolongnya menjaga Belle, memang sudah tabiatnya tidak ingin merepotkan
orang lain. Terlalu ingin menjadi sosok yang mandiri. Dengan diantar para
sahabatnya, Kant berangkat menuju Sapporo.
Perjalanan berjalan sangat
cepat karena ia menggunakan portal menuju kediaman keluarganya. Tidak sampai 1
jam keduanya bahkan sudah sampai di depan sebuah rumah terbuat dari kayu
berdominasi cokelat. Rumah yang sama persis dengan milik Kant di Sallowsville.
Keduanya bergandengan tangan memasuki halaman rumah, melongok ke dalam
sebentar. Rumah ini tidak terlalu luas, sederhana tapi indah. Ada tembok yang
mengitari rumah ini dan ada halaman serta di tengah-tengah ada batuan setapak.
Di sebelah kanan terdapat halaman yang lebih luas dan dipakai untuk menjemur
pakaian, tidak jauh dari tempat menjemur pakaian ada taman kecil berbentuk
kotak, tidak besar dan sepertinya ditanami apotek hidup. Belle mungkin pernah
mendengar kalau ibu Kant adalah seorang penyembuh dan beliau kerap kali memakai
tumbuh-tumbuhan dirumah sebagai bahan dasar pembuat ramuan.
"Ayo, masuk. Ibu pasti
ada di dalam."
Kant melangkah, merangkul
bahu Belle untuk segera memasuki rumahnya. Di bukanya pintu, yang membedakan
rumah ini dengan rumah Kant adalah pintunya. Kalau model pintu di rumahnya
dibuka dengan cara menggeser kalau rumah ibunya dengan cara biasa, terdapat
kenop pintunya. Pintu terbuka dan Kant mengucap salam seraya melongok ke dalam
rumah.
"Ibu? Aku pulang!"
Serunya setengah berteriak. Di sampingnya ada Belle yang masih diam mengamati
seisi rumah. Rumah ini tidak tingkat, sederhana tapi unik. Ia berdiri mengarah
pada lorong yang di setiap sisinya terdapat ruangan. Kant melangkah lebih dulu
melongok ke setiap ruangan dirumah ini mencari ibunya.
Belle hanya diam di tempatnya
sampai kemudian ia mendongak dan histeris. Kant mendengar teriakan Belle dan
langsung lari menghampiri istrinya.
"Ada apa? Ah ibu!!
Darimana saja?" Sesosok wanita tua yang bungkuk dan ringkih berdiri di
depan Belle. Surainya sudah tidak lagi hitam, tubuhnya kurus dan kulitnya sudah
keriput. Matanya cekung dengan hidung yang tajam dan bibir pecah-pecah.
Kulitnya cenderung kering dan jalannya tertatih. Kant menghampiri ibunya dan
merangkul tubuh ringkih orang yang melahirkannya.
"Ibu, aku pulang dengan
Belle tentunya." Ia langsung mendapat pelukan dari wanita yang
mengandungnya.
"Sudah lama ibu
menunggumu, Kant. Ah Belle, maaf tadi aku mengagetkanmu. Seharusnya aku tidak
melakukannya ya." Ibunya terkekeh membuat matanya menyipit dan ia tidak
mengerikan lagi. Diam-diam Belle menghela nafas lega.
Kemudian ibunya menyuruh
Belle dan Kant untuk duduk di ruang keluarga. Di sana terdapat meja pemanas dan
televisi. Ketiganya mulai berbincang-bincang, Kant memberitahu ibunya kalau
Belle sedang mengandung buah cintanya dan tujuannya datang ke Sapporo adalah
untuk menitipkan Belle karena Kant harus meninggalkan Belle untuk sebuah tugas.
Ibunya menggeleng dan berkali-kali mengutuk Kementrian, wanita tua renta itu
tentu saja marah karena waktu Kant akan tersita namun di sisi lain ia merasa
bangga memiliki menantu yang pengertian. Belle tertawa mengatakan pada keduanya
kalau ia tidak khawatir ditinggal karena ada ibu yang akan menjaganya. Kant
lega karena lusa dia sudah berangkat menuju Afganistan.
***
"Jangan lupa makan yang
teratur, kalau sakit minum obat, jangan begadang, jangan melakukan hal yang
aneh, kalau sudah sampai secepatnya kirim surat, kabari aku."
Belle mulai berkhotbah
sembari memasukkan barang-barang Kant ke dalam tas. Kant mengulum senyumnya,
memerhatikan gerakan Belle yang cekatan dan repot. Ibu muda ini menggemaskan
rupanya.
"Nah sudah! Tidak ada
yang ketinggalan, ingat ya jangan—" Kant mengambil langkah cepat untuk
menyumpal Belle dengan bibirnya agar perempuan itu tidak lagi menceramahinya
selama beberapa menit.
"Jangan begadang, harus
makan teratur dan harus kabari dirimu secepatnya." Membentuk lengkungan
sabit di sudut bibirnya. Belle mengangguk, jelas sekali ada rona merah disana.
Kant mengulurkan tangannya, mengacak-acak rambut Belle dan meraih tasnya. Jam 2
siang, ia sudah harus tiba di Kementrian karena ia dan timnya harus segera
berangkat. Belle tidak diperbolehkan mengantarnya sehubungan dengan keadaannya
yang tengah hamil di usia rentan. Setelah pamit pada ibunya dan mengecup Belle,
Kant langsung melakukan apparate ke Kementrian.
Jujur saja, ini hal yang
paling berat baginya. Padahal seharusnya ia berada di samping Belle selama
wanita itu mengandung anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar