----------------***-----------------
Afganistan, Timur Tengah. Ia
sudah berada disini kurang lebih 2 bulan. Membosankan, penelitian tentang
muggle, karakteristik mereka, pada akhirnya ia terseret sebagai mata-mata. Agen
ganda istilahnya, tapi sayang Kant tidak menyadari. Terlalu kalut, setiap hari
kepalanya hanya penuh dengan Belle, Belle dan Belle. Puluhan surat sudah
mendekam di kamarnya terlalu lama, semakin hari hanya sedikit surat yang dapat
dibalas Kant. Keadaan semakin keruh setiap harinya, belum lagi pengaruh
politik. Bias dari Soviet mendadak masuk dan bertentangan dengan Amerika. Ia
benci politik, serius. Dirinya dilibatkan, suasana semakin keruh ketika terjadi
kudeta dan Kant merasa kondisi semakin tidak nyaman. Benda-benda asing di
angkasa diawasi secara ketat sehingga ia tidak bisa mengirim surat kepada
Belle. Selama berbulan-bulan sampai perang dingin tiba. Afganistan mendadak
kacau, ia dan timnya sulit bergerak untuk penelitian. Mereka dikawal ketat,
disangka sebagai mata-mata Amerika padahal identitasnya sudah disamarkan.
Diam-diam Kant kecewa, ia jadi sulit komunikasi dengan Belle. Surat terakhir
yang datang adalah ini.
Hai, Kant.
Usia
kandunganku sudah menjelang kelahiran. Sebentar lagi kita akan menjadi orangtua
yang nyata. Kata dokter, bayi kita sehat. Mereka akan menjadi anak-anak yang
kuat. Terima telah membawaku ke Jepang, ibumu senang sekali karena ia akan
menjadi seorang nenek. Hmm, aku harap kau baik-baik saja. Aku lihat berita di televisi,
katanya suasana disana sedang kacau? Kau tidak apa-apa ‘kan? Jangan lupa makan
teratur, cepatlah pulang. Aku merindukanmu dan juga bayi kita.
Salam rindu,
Istrimu.
Tangannya gemetar saat
lembaran itu datang, kabar terakhir yang dibacanya dari Belle setelahnya tidak
pernah ada lagi surat yang datang. Kant selalu berada di luar jauh dari
mess-nya di Afganistan. Tenaganya diforsir keras untuk penelitian, Kementrian
tidak mau tahu kendala apapun yang terjadi di Afganistan. Mereka yang
kemana-mana dikawal menggunakan senjata api, ditodong sana-sini, bahkan setiap
saat bisa mendengar bunyi ledakan granat tanpa jeda. Tapi penelitian masih
berjalan, ia lelah. Lelah mengamati semuanya, ia ingin kembali—ingin melihat
bayinya. Surat yang datang terakhir sekitar dua minggu, lalu Belle apa
kabarnya? Dia tidak bisa mengirim surat, well benda-benda diangkasa dikawal
sangat ketat. Ia tidak bisa sembarangan menerbangkan burung hantunya bahkan
ketika malam.
Bersabarlah..
“Penugasan ulang! Hari ini
kita berangkat ke Vietnam!” Josh, salah satu anggota timnya menatapnya bahagia.
Ha, kau senang?
Kant meraih tasnya dengan
malas, menggantungnya di bahu dan bergegas berjalan. Penelitian semacam
antropologi di Afganistan sudah selesai, mereka kembali ditugaskan ke Vietnam. Di
tengah perang yang berkecamuk, tahu apa rasanya? Menyedihkan. Waktunya seringkali
terbatas, begitu menjejakkan kaki di Vietnam ia hening sejenak bersama tim-nya.
Tidak ada mess, hanya barak-barak pengungsian. Banyak bangunan luluh lantak dan
kebanyakan menjadi puing. Ia tiba di sebuah kota kosong, tidak tahu apa
namanya. Hancur lebur seperti habis di bom, ia bersama lima orang lainnya
berdiri terpaku di depan helicopter yang mengantar mereka. Saling berpandangan,
apa yang akan mereka teliti disini kalau tidak ada manusianya?
Pada akhirnya kakinya tetap
melangkah, menuju petak barak yang tersedia. Tidak jauh dari tempat mereka
turun tadi. Disanalah banyak barak-barak yang ternyata dihuni oleh penduduk
Vietnam. Mereka, kurus sekali, perut mereka buncit, kulit mereka pucat kumal,
hanya memakai pakaian seadanya, benar-benar kondisi yang menyedihkan. Kant bersama
timnya bergegas mengeluarkan bantuan seadanya, apapun yang berguna di saat
kondisi darurat seperti ini. Mereka memang dibutuhkan pada dasarnya ia tahu kenapa
Kementrian mengirim mereka kesini. Semuanya hanya permainan politik, yes. Dia sudah
hapal, nasib durjana macam politikus mentah ala-ala koboi Amerika. Mereka itu
pejantan tangguh, siap mencabik tapi juga siap mengulurkan tangan untuk
mengobati, makanya tak heran.
Vietnam semakin kacau, ketika
dua kekuatan besar menyatu, memberikan definisi peperangan dalam keadaan
deterrence. First track second track, Amerika mulai menekan Soviet untuk
mundur, sayang komunis tak ingin mengalah. Beberapa orang Amerika di Vietnam
segera ditarik paksa, tetapi ia dan timnya terkungkung di wilayah musuh. Kant
dan timnya berada di wilayah selatan, terjepit oleh komunisme. Sedangkan warga
Amerika di Selatan sebagian sudah dipulangkan. Sadar akan nasibnya yang hanya
tinggal menghitung waktu ia diam sejenak. Tidak ada yang bisa dilakukannya
bahkan saat Amerika mulai menggempur wilayah Utara dengan bom mereka. Habis sudah
granat ditebarkan, Kant dan timnya melarikan diri dengan susah payah,
bersembunyi bersama pengungsi lain, mereka tiarap. Suara berdebam keras,
ledakan tak berhenti, ia nyaris kehilangan anggota badannya kalau saja tidak
punya kemampuan lari yang cepat.
***
Keadaan semakin parah,
Vietnam kacau balau. Belle ingat, ini sudah detik-detik terakhir Kant
menunaikan tugasnya. Ia dan kedua anaknya duduk di depan televise sembari
berharap-harap cemas. Tidak pernah ada kabar sejak dua minggu sebelum kelahiran
putra dan putri keduanya. Kant seakan
lenyap, Belle sempat meminta Lee mencari tahu melalui Kementrian namun informasi
yang didapat hanya sekadarnya. Lee mencuri berita dari Sullivan, Kementrian
hanya mengatakan Kant masih hidup dan sudah dipindahtugaskan ke Vietnam. Daerah
perang yang tengah berkecamuk. Setiap hari televisi semakin membuatnya depresi,
setiap hari yang ada hanya berita penyerangan, bom, granat atau apa saja yang
meledak. Belle hanya bisa berharap Kant bukan salah satu korban peperangan. Ia
ingin suaminya kembali dengan selamat.
“Ibu, boleh aku matikan
tivinya?”
Belle menoleh, sulung dari
kembarnya memergoki Belle tengah menggigiti bibir bawahnya. Menatap nelangsa
tayangan di televisi.
“Tidak perlu, Judith…” Ia
meraih tangan anak sulungnya. Melukiskan sebentuk sabit dengan cekungan bola
mata penuh air mengembang di sudutnya.
“Kapan ayah pulang? Aku tidak
pernah bertemu ayah, ibu. Ayah seperti apa? Kapan kita bisa bertemu ayah?” Kali
ini si bungsu Kazumi yang mengatakannya.
Belle, sekali lagi hanya
melemparkan senyuman, menahan sedih. Lantaran suara anak-anaknya lah yang
membuatnya ingin menangis. Kant mengingkari janjinya, bukan 3 tahun melainkan
selama 7 tahun ia berada jauh dari keluarga. Tidak pernah kembali, kepada
anak-anaknya Belle hanya dapat menceritakan bagaimana ayah mereka, wujudnya,
sifatnya, apa pekerjaannya, kebiasaannya dan semua hal tentang Kant hanya
diketahui anak-anaknya melalui cerita Belle tanpa melihat langsung wajah
ayahnya. Belle mulai lelah, surat-surat yang dikirimnya tak pernah mendapatkan
balasan dari Kant, lumpuh total. Komunikasi terputus, ia sempat depresi dan
putus asa, ia sempat tidak ingin bicara dengan siapapun termasuk Lee. Sayangnya
sahabat karib Kant tidak menyerah, Lee membujuknya meyakinkan bahwa Kant masih
hidup dan tidak akan melupakan Belle. Tetap saja, tujuh tahun bukan waktu yang
sebentar ‘kan?
Lee yang mengurus Belle dan
anak-anaknya, dibantu oleh Hyun Na. setiap kabar apapun, setiap detail sekecil
apapun tentang Kant tak pernah ia lewatkan. Hidup atau mati, ia akan terus
menunggu.
***
1973—Kant dan timnya
ditangkap, ditahan sebagai tahanan perang. Ia dikurung dibalik jeruji besi dan
menjadi topic hangat. Seharusnya ia bisa menggunakan sihirnya, tapi ketahuilah
ini dunia muggle. Ia tidak bisa seenaknya menggunakan sihir atau mantra apapun
karena akan fatal akibatnya. Berhari-hari berada di tengah medan perang tanpa
perangkat militer sangatlah menyiksa, niatnya meneliti hanya sebatas 3 tahun
hempas sudah. Ini sudah tahun ke 7 dan Kant beserta timnya sama sekali belum
menyentuh rumah. Mereka terkurung dalam kondisi perang ini. Penderitaannya
semakin bertambah ketika hidupnya berada di dalam sel, makan hanya seadanya, ia
tidak terurus, yang paling penting, dia rindu keluarga kecilnya.
Apa kabar Belle?
Apakah dia sudah melahirkan?
Kalau sudah bagaimana anak mereka?
Seperti apa wujudnya?
***
29 Maret 1973—dengung mesin terdengar begitu
keras. Dengan tangan berada di belakang dalam keadaan terborgol, ia dilepas
bersama lima rekannya. Pembebasan ini sudah ditunggu lama sekali oleh Kant.
Perang sudah usai, ia diputuskan untuk dikirim kembali ke Amerika. Penderitaannya
selesai sudah, ia memasuki transportasi yang disediakan, bersikap selayaknya
manusia, melindungi diri tanpa menggunakan tameng sihir apapun, semua murni
dirasakannya, siksa penderitaan saat perang.
“Ibu, rapi sekali? Kita mau
kemana?”
“Kita akan bertemu ayah.”
Belle menjepitkan surai Judit Isabell anak sulungnya dengan wajah sumringah.
Dia sudah mendengar kabar
kalau hari ini Kant akan pulang bersama timnya. Beberapa bulan yang lalu, ia
semakin terpuruk dengan berita Kant ditangkap dan ditahan sebagai tahanan
perang. Ia tidak bisa membayangkan Kant hidup di dalam jeruji besi, pasti
menderita sekali. Ia sendiri menangis ketika kabar itu mampir di telinganya
hanya saja di depan anak-anaknya ia harus terlihat baik-baik saja.
“Ayah? Ayah pulang?” Judith
nampak begitu senang.
Gadis bersurai hitam dengan
mata pekat jelas merupakan pantulan Belle. Keduanya mirip sekali sedangkan
bungsu dari kembar pengantin ini, Kazumi. Benar-benar mirip Kant, mata, hidung,
dagu bahkan pipi. Kazumi lah kekuatannya selama Kant tidak ada, wajah yang
serupa dengan Kant yang membuatnya rindu setiap hari. Ketika Judith selesai
dengan penampilannya, Belle menghampiri Kazumi dan memeluknya erat-erat,
menaruh dagunya di atas bahu sang bungsu dan menangis untuk melegakan
perasaannya beberapa menit.
***
Kementrian begitu ramai,
bersama dengan Lee dan Hyun Na, ia menunggu di sebuah lapangan luas di area
kementrian. Dengan gaun biru laut tanpa lengan sebatas lutus dilapisi cardigan
putih susu, ditemani kedua putra dan putrinya ia menunggu dengan tidak sabar
kendaraan yang membawa suaminya selama tujuh tahun.
Di kedua sisinya Judith
Isabel menunggu sang ayah dan adiknya Kazumi Lroy. Menatap lapangan terbang
dimana ayahnya akan menunjukkan wujudnya. Ayahnya akan datang, memperlihatkan
sosoknya di depan. Setiap hari selama tujuh tahun hanya mendengar cerita ibu
tentang ayah, tentang ayah yang sibuk tetapi menyayangi keluarga kecilnya.
Akhirnya ia akan dipertemukan dengan ayahnya.
“Ibu, kapan ayah sampai?”
Belle menoleh, mengembangkan
senyumnya, “Sebentar lagi. Kita tunggu saja.” Ia semakin erat menggenggam
tangan Kazumi. Semua yang berada di sini di lapangan belakangan kementrian, mereka
adalah keluarga yang menunggu sanak saudara, suami, kakak, adiknya pulang dari
medan pertempuran. Meskipun Kant bukanlah seorang tentara tapi kehadirannya
sangat berharga.
***
Ia pulang, ke rumah. Hari yang
ditunjuknya sejak bertahun-tahun lalu, dimana ia dipisahkan dari keluarganya
oleh Kementrian. Setelah melewati banyak masa yang membuat perutnya mual, dari
mulai ditempatkan di Afganistan kemudian Vietnam. Dari masa paling tenang
sampai masa paling hancur, ia mengalaminya bersama para rekannya. Wajah yang
mulai ditumbuhi rambut di sekitar rahang dan dagung, serta tubuh yang semakin
kurus dengan pakaian lusuh. Barang yang dibawanya hanya sedikit saja selebihnya
sudah ditahan oleh oknum tak bertanggung jawab. Sepanjang perjalanan menuju
Amerika ia hanya terdiam, Kant memikirkan bagaimana nasib keluarganya,
bagaimana Belle dan anak-anaknya. Sampai ketika deru semakin riuh dan turun
perlahan, matanya menangkap di balik cahaya surya yang menyilaukan. Di antara
setumpuk manusia di lapangan kementrian. Belle disana dengan Lee dan Hyun Na
dan dua anak kecil yang digenggamnya. Kant tidak mengenali keduanya, ia
menyipitkan mata berkali-kali, mengedipkannya berkali-kali juga.
Begitu kakinya menjejak, ia
sedikit dipapah oleh beberapa orang yang memakai seragam. Jalannya tertatih
hingg tiba di depan orang-orang yang dikenalinya. Rasa haru, bahagia bercampur
menjadi satu.
“Tadaima…” Katanya dengan
suara lemah. Belle nyaris melompat kearahnya, memeluknya seakan tak ingin
melepaskannya barang sedetik pun. Kant merasa pundaknya basah, ia masih sedikit
pusing akibat kejadian-kejadian yang menerpanya. Di sisi lain Lee menghampiri
dan menepuk pundaknya. Kant mengangkat tangannya balas memeluk Belle erat-erat.
Tujuh tahun yang hampa, sepi dan tidak berwarna. Setengah kehidupan hancur dan
kandas, tidak ada kesempatan untuk pulang. Keadaan yang membuatnya menderita,
untungnya Belle tidak menanyakan apapun yang terjadi padanya—hanya sebuah
pelukan hangat sebagai sambutan selamat datang kembali yang sangat lama serta
kecupan singkat penuh airmata membawanya kembali pada kehidupan yang
sebenarnya.
“Jangan menangis…” Menghapus
airmata Belle dengan kedua ibu jarinya. Disana tertera senyuman yang ingin
dilihatnya—selalu selama tujuh tahun dan menghilang. Belle berbalik, meraih
kedua anak kecil di belakangnya dengan senyum ceria.
“Judith, Kazumi, ini ayah.”
Sebuah senyuman lebar diiring tetesan airmata yang tiada henti. Ia bisa melihat
di mata keduanya ada rasa kelegaan dan rindu yang bercampur jadi satu. Belle
mendongak, melihat bagaimana reaksi Kant setelah ini. Begitu kedua anaknya
melompat dan Kant dilihatnya berlutut memeluk anak-anaknya menjadi harga yang
tidak pernah terbayar apapun. Kebersamaan yang utuh milik keluarga kecilnya
yang akan selalu ada meskipun jarak membentang ribuan bahkan jutaan kilometer.
Di dekat Hyun Na, Belle bersedekap, menutup mulutnya, pundaknya naik turun
tidak karuan. Ia menangis sejadi-jadinya; ia bersyukur Kant kembali meski dalam
kondisi yang kurang baik. Hatinya terketuk hebat ketika Kazumi dan Judith
memeluk Kant erat-erat, bertiga yang tidak akan dipisahkan kembali. Tujuh tahun
tidak saling bertemu dengan rindu yang menggempur. Kant menghampiri Belle
sembari menggendong Kazumi, di sebelahnya Judith berlari kecil kemudian meraih
tangan Belle. Kant merengkuhnya membawanya dalam bingkai keluarga kecil yang
bahagia sebab pada akhirnya menunggu tak akan sia-sia jika dilakukan dengan
bersabar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar